Tumpek Ngatag/Uduh atau Tumpek Wariga

Mdelapan.com - Rahina Suci Tumpek Ngatag / Tumpek Uduh banyak memiliki nama seperti umat sedharman menyebutnya dengan tumpek uduh/bubuh, tumpek panuduh, tumpek wariga, tumpek pengarah, tumpek pengatag.


Adapun makna pada tumpek ngatag ini berkaitan erat dengan Rahina Suci Galungan Kuningan bagi umat Hindu di Bali, yakni setiap rahina suci Tumpek Ngatag ini dirayakan maka, 25 (dua puluh lima) hari kedepan dimulai perayaan rahina suci Galungan.

Tumpek Wariga
Berdoa Saat Tumpek Wariga


Rahina Suci Tumpek Ngatag jatuh pada hari Saniscara  atau Sabtu Kliwon, Wuku Wariga atau 210 hari sekali.


Rahina Tumpek merupakan hari raya yang berdasarkan wuku (1 wuku = 7 hari, jadi seminggu dimulai dari hari Minggu). 


Oleh karena itu rahina suci Tumpek Wariga ini dilaksanakan tepat 25 (dua puluh lima) hari sebelum rahina suci Galungan (yang juga berdasarkan Wuku), seperti yang sudah diulas tadi, dimana hari raya Tumpek Wariga ini memiliki makna dan kaitan yang erat dengan hari raya Galungan.

 
Makna utama dari perayaan rahina suci Tumpek Ngatag atau Tumpek Uduh ini sebagai ungkapan syukur dan terima kasih umat manusia terhadap alam khususnya berbagai tanaman dan tumbuhan yang telah memberikan limpahan kenikmatan kehidupan. 


Umat Hindu di Bali sejak dahulu kala sangat mencintai dan menghargai alam semesta ini, serta kecintaan pada alam ini dituangkan dalam berbagai bentuk termasuk dalam hari raya suci Tumpek Ngatag ini.

 
Pada perayaan rahina suci Tumpek Ngatag ini umat Hindu di Bali secara khusus akan membuat berbagai persembahan seperti sesajen, gantung-gantungan untuk tumbuhan dan pule pali upakara lainnya.


Selanjutnya umat Hindu akan melakukan persembahyangan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Sangkara yang memelihara semua tanaman / pepohonan yang memberikan banyak manfaat bagi manusia. 


Pada beberapa kabupaten di Bali misalnya kabupaten Tabanan atau Badung banyak yang meng-identikan Tumpek Ngatag atau Tumpek Uduh ini dengan hari bubuh oleh karena itu dibuatlah sanganan bubur.

Tumpek Uduh Ngatag
Menghaturkan Canang Saat Tumpek Uduh Ngatag

 
Mantra dan DOA Tumpek Ngatag / Tumpek Uduh

Setelah pembuatan sesajen atau haturan yang akan di persembahkan kepada Dewa Sangkara, ada doa yang musti di ucapkan atau mantra Tumpek Ngatag:

“Kaki-kaki, buin selae dina dina Galungan, mebuah ja apang nged, nged, nged”.

Artinya:
Wahai Kakek, lagi 25 hari adalah Rahina Galungan, berbuahlah yang melimpah dan banyak, banyak, banyak.


Biasanya para orang tua dahulu sembari membawa golok atau pisau, setelah ucap mantram tersebut akan mencongkel pohon sedikit dengan maksud agar pohon atau tanaman tersebut berbuah lebat dan subur.


Tumpek Ngatag ini juga merupakan hari lingkungan hidup, hari alam semesta, secara khusus bagi umat Hindu di Bali. Dimana dengan kata lain kita merayakan rahina suci ini dengan maksud ucap syukur kepada Sang Pencipta sebagai manifestasi Dewa Sangkara.


Sarana Pulapali Upakara

Sebagai ucapan syukur, umat Hindu mempersembahkan banten ajuman/soda dan bubur sumsum (terbuat dari tepung beras, ditaburi kelapa dan gula merah cair). Pada pohon juga diisi ceniga. Dan dibawahnya segehan cacahan.


Untuk banten dan upakara lain mungkin sedikit berbeda dari tempat dan lokasi tempat anda tinggal, ini karena desa kala patra masing-masing tempat tetapi semuanya benar dan memiliki maksud tujuan sama yakni ucapan syukur kita kepada Tuhan dalam manifestasi Dewa Sangkara.

 
Kesimpulan Makna Tumpek Ngatag / Tumpek Uduh

Rahina suci Tumpek Ngatag atau Tumpek uduh ini memiliki keterkaitan dengan rahina Galungan yang akan datang 25 hari kemudian, dan rahina Tumpek ini ada kaitannya dengan lingkungan hidup, utamanya dalam melestarikan alam, pohon atau tumbuhan dalam menghasilkan buah, bunga, daun dan lainnya.


Sehingga bermanfaat untuk kelangsungan Hidup mahluk hidup di dunia ini. 

Untuk pelafalan doa dan mantra disaat upacara Tumpek Ngatag ini ada penyebutan kata "KAKI" atau "NINI", artinya adalah penyebutan untuk Tuhan dalam manifestasi Sanghyang Sangkara sebagai dewa segala Tumbuh-tumbuhan di dunia ini.

Tumpek Ngatag
Persiapan Prasarana Tumpek Uduh


Dalam Lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut:

"Wariga Saniscara Kliwon, ngaran panguduh pujawali Sanghyang Sangkara, apan sira amrtaken sarwaning tawuwuh, kayu-kayu kunang, widhi-widhanana, pras tulung, sesayut, tumpeng, bubur mwang tumpeng agung iwak nia guling bawi, itik wenang, saha raka, penyeneng, tetabuh, kalinggania anguduh ikang awoh mwang godong, dadya pamrtaning hurip ring manusa. Sesayut cakragni kalinggania anuduh kna adnyana sandhi"

Artinya : 
Wuku Wariga yakni pada hari Saniscara Kliwon, disebutlah Hari Panguduh. Suatu hari untuk memuja Sanghyang Sangkara, sebab Beliaulah yang menciptakan segala tumbuh-tumbuhan, termasuk kayu-kayuan. Adapun upakaranya ialah peras tulung sesayut, tumpeng bubur dan tumpeng agung,


Dengan daging babi, atau itik diguling. Baik pula disertai dengan raka-raka (jajan dan buah-buahan), penyeneng, tetebus, dan sesayut cakragni. 


Adapun bebanten tersebut di atas ialah mendoakan semoga atas rahmat Hyang Widhi maka segala tumbuh-tumbuhan dapat tumbuh subur, lebat buahnya bersusun-susun dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia dalam ketentraman hati, serta kesejahteraan lahir dan batin


Adapun sarana yang diperlukan di antaranya

Banten peras Banten nasi tulung sesayut Banten tumpeng agung Bubur sumsum Banten tumpeng agung Ulam itik (diguling), benten peyeneng Tetebusan dan canang sari, ditambah dengan dupa harum.


Sarana upacara atau banten ini dipersembahkan menghadap ke arah barat laut (kaja kauh) karena Dewa Sangkara berada di arah mata angin tersebut. 


Kemudian dihaturkan pula sasap dan gantungan yang dikaitkan di pohon dan menghaturkan bubuh sumsum sambil batang pohon diketok-ketok dengan pisau tumpul sebanyak 3 kali.


Bukan Menyembah Pohon atau Tumbuh-tumbuhan

Upacara saat Tumpek Wariga dilaksanakan untuk tumbuh-tumbuhan atau pohon. Hal ini bukan berarti umat Hindu menyembah pohon sebagai berhala. Namun lebih memiliki makna bahwa umat Hindu menyembah kekuatan Tuhan yang bersemayam pada tumbuh-tumbuhan, di mana dapat dikatakan sebagai Dewa Kesuburan.


Pada kekuatan itu lah umat Hindu mengucapkan terima kasih karena telah membantu dalam kehidupan sehari-hari. Kekuatan Tuhan yang ada di pohon disebut dengan nama Vanaspati atau di Bali disebut dengan nama Banaspati. 

Hal ini tertuang dalam kitab Sveta Svatara Upanisad 11.17 yang bunyinya sebagai berikut:

Yo devo gnah yo psuYo visvam bhuvana ma visesaYo osadhisu yo vanaspatisuJasmai devaya namo nama.


Apabila informasi yang kami sajikan Rahina Suci Tumpek Ngatag / Tumpek Uduh ini kurang berkenan atau adanya kekeliruan mohon koreksi dengan berkomen pada kolom dibawah dan semoga kita sebagai umat sedharman selalu shanti. Svaha!

Belum ada Komentar untuk "Tumpek Ngatag/Uduh atau Tumpek Wariga"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel