Makna Banten Pawedangan dan Ajengan
MDelapan.com - Biasanya dipagi hari umat Hindu di Bali melaksanakan ritual "ngewedang" atau menyuguhkan secangkir kopi dalam wadah kecil. Tertuju kepada Ida Bhatara Bhatari yang berstana di tempat tinggal yang menghaturkan.
Biasanya dibarengi dengan yadnya sesa (ngejot nasi) atau menghaturkan nasi beserta lauk pauk yang dimasak saat itu.
Dalam Sloka Bhagavad Gita 3.12: Karma-yoga, menjelaskan;
Dasyante yajna – bhavitah,
Tair dattan apradayaibhyo,
Yo bhunkte stena eva sah,
Yadnya sishtasinsah santo,
Mucnyante sarva kilbishail,
Bhujante te tv agham papa,
Ye pacanty atma karamat.
Artinya: Sesungguhnya keinginan untuk mendapatkan kesenangan telah diberikan kepadamu oleh para Dewa karena yadnyamu. Sedangkan ia yang telah memperoleh kesenangan tanpa memberi yadnya sesungguhnya adalah pencuri. Ia yang memakan sisa yadnya akan terlepas dari segala dosa, tetapi ia yang memasak makanan hanya bagi diri sendiri sesungguhnya dosa.
Sehingga persembahan Ngewedang ataupun ngejot filosofinya merupakan menghaturkan sesuatu yang akan kita makan atau minum sebagai wujud rasa syukur kita sebagai manusia.
Ngewedang ini merupakan bentuk nitya yadnya atau persembahan suci wujud syukur manusia setingkat lebih tinggi dari yadnya sesa.
“Dari sloka diatas kita bisa mengerti pelaksanaan Nitya Yadnya itu penting. Karena tidak melaksanakan yadnya artinya kita berdosa” .
Agar masyarakat mengerti mana yadnya yang memang harus dijalankan, mana yadnya yang hanya terpaku pada gengsi.
“Sesungguhnya yadnya yang harus dijalankan yaitu yadnya sederhana seperti ini, seperti banten Saiban, banten Pawedangan ataupun Ajengan.
Namun, belakangan ini masyarakat justru terpaku pada yadnya yang mewah. Harus banten ini dan itu, harus menggunakan buah impor dan mahal. Padahal tidak demikian, itu hanya ego manusia sebagai umat yang ingin terlihat paling kaya/mewah”.
Belum ada Komentar untuk "Makna Banten Pawedangan dan Ajengan"
Posting Komentar